service office sudirman jakarta - Keinginan pengembang agar otoritas keuangan melonggarkan kebijakan pemberian KPR mendapat pendapat positif Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dua tahun terakhir pemerintah memberlakukan kebijakan loan to value (LTV), yaitu rasio kredit dgn uang muka. Utk hunian 70 m2 ke atas uang mukanya 30 persen, sedangkan rumah kedua yang dibeli dengan KPR depe-nya 40 persen. Pemberlakukan LTV itu dinilai pengembang melemahkan industri properti.
Menurut Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Djoko Slamet Utomo, otoritas keuangan melihat terjadinya penurunan penyaluran sektor KPR. Karna itu ada pemikiran utk melonggarkan. “Selama dua tahun ini atau sejak LTV diberlakukan penurunannya sudah sangat terasa. Dulu diberlakukan LTV ini karena kenaikannya terlalu tinggi serta cepat, sekarang sudah mulai menurun makanya mau dilonggarkan,” ujarnya kepada housing-estate.com di Jakarta, Senin (18/5).
Djoko mengaku belum mengetahui berapa kelonggaran yg akan diberlakukan terkait aturan LTV ini. Cuma saja menurut data Bank Indonesia (BI), sejak LTV diberlakukan pertumbuhan sektor KPR sejak tahun 2014 sampai kuartal pertama 2015 rata-rata cuma tumbuh 0,14 persen. Jadi, pemerintah berhasil menurunkan penyaluran KPR yg sebelumnya pertumbuhannya dinilai terlalu tinggi & dikhawatirkan akan memicu bubble di sektor properti - virtual offices in jakarta.
Pelonggaran LTV, lanjut Djoko, jg tidak akan berdampak langsung terhadap kenaikan KPR. Tetapi paling tidak, dengan pelonggaran ini ia optimistis industri KPR akan kembali mengalami tren kenaikan. Apa lagi bila dibandingkan dengan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), porsi KPR baru mencapai 3,3 persen.
“Secara nasional, porsi KPR kami dibandingkan jml kredit jg masih di bawah Sepuluh persen, jadi utk bertumbuh lebih besar masih sangat dimungkinkan. Kalau abdi tetap memberikan apresiasi, beberapa kalangan pengembang yang menginnginkan LTV dihapus lantaran melihatnya kondisional serta tdk secara sustain. Pemerintah melihatnya dari sisi kredit yang tersalurkan, jadi ane optimistis ke depan industri properti akan mulai naik lagi,” tandasnya.
Menurut Wakil Ketua Umum Realestat Indonesia (REI) Djoko Slamet Utomo, otoritas keuangan melihat terjadinya penurunan penyaluran sektor KPR. Karna itu ada pemikiran utk melonggarkan. “Selama dua tahun ini atau sejak LTV diberlakukan penurunannya sudah sangat terasa. Dulu diberlakukan LTV ini karena kenaikannya terlalu tinggi serta cepat, sekarang sudah mulai menurun makanya mau dilonggarkan,” ujarnya kepada housing-estate.com di Jakarta, Senin (18/5).
Djoko mengaku belum mengetahui berapa kelonggaran yg akan diberlakukan terkait aturan LTV ini. Cuma saja menurut data Bank Indonesia (BI), sejak LTV diberlakukan pertumbuhan sektor KPR sejak tahun 2014 sampai kuartal pertama 2015 rata-rata cuma tumbuh 0,14 persen. Jadi, pemerintah berhasil menurunkan penyaluran KPR yg sebelumnya pertumbuhannya dinilai terlalu tinggi & dikhawatirkan akan memicu bubble di sektor properti - virtual offices in jakarta.
Pelonggaran LTV, lanjut Djoko, jg tidak akan berdampak langsung terhadap kenaikan KPR. Tetapi paling tidak, dengan pelonggaran ini ia optimistis industri KPR akan kembali mengalami tren kenaikan. Apa lagi bila dibandingkan dengan jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), porsi KPR baru mencapai 3,3 persen.
“Secara nasional, porsi KPR kami dibandingkan jml kredit jg masih di bawah Sepuluh persen, jadi utk bertumbuh lebih besar masih sangat dimungkinkan. Kalau abdi tetap memberikan apresiasi, beberapa kalangan pengembang yang menginnginkan LTV dihapus lantaran melihatnya kondisional serta tdk secara sustain. Pemerintah melihatnya dari sisi kredit yang tersalurkan, jadi ane optimistis ke depan industri properti akan mulai naik lagi,” tandasnya.